Sore kemarin, terjadi kehebohan di rumahku. Seorang wanita gila yang terlihat masih muda berhasil menyelinap memasuki rumah. Saksi kejadian terperangah ketika melihat di ruang makan telah berdiri seorang wanita asing tak dikenal berkulit cokelat legam dengan pakaian daster lusuh dan rambut berantakan. Ia sedang memegang piring dan hendak mengambil air. Para saksi segera tunggang langgang keluar menuju teras sementara mbak-mbak asing tersebut berlari entah ke mana.
Setelah aku melakukan penelusuran, ternyata mbak-mbak tersebut sedang duduk makan di gudang belakang rumah. Ia duduk diam sambil mengangkat perlahan sendok berisi nasi menuju mulutnya, hening....kulit tipis menampilkan tulang di dalam lengannya. Ia tak membalas lontaran kata yang kuucapkan, kepalanya menunduk, tak memperlihatkan ekspresi wajah. Kusodorkan air minum gelas plastik, ia tak terpengaruh dan masih menggerakkan tangan untuk mengontrol laju sendok ke arah mulutnya.
Sungguh tak tega, pasti ia sedang lapar, berapa banyak makanan yang bisa dinikmati oleh orang gila gratis di jalanan? itulah yang sejenak terbersit di pikiranku.
Singkat cerita, ia dihalau pergi beberapa saat kemudian oleh ayahku.
Sore keesokan harinya, ia kembali datang ke halaman depan. Aku yang sedang mencuci motor cukup dikejutkan oleh kehadirannya. Segera ia menuju keran, dan mengarahkan jambu di tangan kanan yang tadi tak kuperhatikan untuk dicuci. Ia tersenyum sendiri melihat jambu itu, antusias. Sama sekali ia tak mengacuhkan kehadiranku yang berjarak dua meter di dekatnya, ia asyik sendiri mencuci jambu temuannya. Mbak tersebut memandangnya seakan telah menemukan harta karun yang tak ternilai harganya. Beberapa saat kemudian ia menundukkan kepala dan mendongak ke arah keran untuk meminum air tak layak minum dari keran.
Kejadian berlangsung dalam waktu kurang dari satu menit, aku mematung, terlalu malas untuk mengganggu kebahagiaan mbak tersebut. Kemudian tanpa diduga, ia menoleh ke arahku. Lesung pipinya begitu dalam, rambutnya masih berantkan, kami bertatapan, sorot matanya tajam menyiratkan penderitaan yang mendalam. Satu hal yang pasti bisa kusimpulkan, ia sedang lapar.
Aku tertegun, terbayang begitu banyak orang gangguan ingatan yang beredar di jalanan hasil dari kondisi negara yang tak menentu ini. Berapa dari mereka yang kini sedang kelaparan?berapa dari mereka yang kini terancam kematian?mereka begitu marginal, sehingga bantuan pun jarang datang.
Dan aku hanya mematung memaksikan mbak tersebut melangkah pergi dengan senyum mengembang....