Total Tayangan Halaman

Kamis, 09 Februari 2012

VETO RUSIA-CHINA, SEBUAH PESAN?


Draf Resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap Suriah gagal menemui implementasi karena penolakan dua negara anggota tetap Dewan Keamanan, China dan Rusia. Penolakan ini menghasilkan kehebohan besar di negara barat dan Liga Arab yang menginginkan sanksi dijatuhkan terhadap pemerintahan Bashaar Al-Ashaad. Lebih dari 5000 warga dikabarkan tewas dalam berbagai demonstrasi yang terjadi di berbagai penjuru Suriah akibat aksi represif tentara pemerintah. Namun sepertinya Rusia dan China menutup mata terhadap realita yang terjadi di lapangan. Mereka memilih untuk tidak mencegah aksi kejam pemerintah Suriah yang disebut Barrack Obama sebagai “mesin pembunuh” (SM, 07/02/2012).
Veto yang dilakukan oleh Rusia dan China kali ini sebenarnya adalah sebuah langkah yang cukup berani. Dengan menolak resolusi, Rusia dan China seakan memberontak pada otoritas mayoritas pemegang suara PBB yang biasanya tunduk pada kepentingan Barat (Amerika dan Eropa). Hal ini cukup unik, karena tidak biasanya Rusia dan China melakukan penolakan secara terang-terangan pada resolusi Dewan Keamanan kasus terhadap kasus yang sensitif semacam ini. Abstain adalah sikap yang biasanya dipilih oleh kedua negara tersebut untuk menyatakan kenetralan, agar tidak dalam posisi berseberangan dengan anggota DK yang lain.
Indikasi faktor ekonomi di balik penolakan itu begitu menguat di media massa. Rusia adalah eksportir senjata terbesar bagi Suriah dan China adalah importir terbesar ketiga Suriah (SM, 07/02/2012). Alasan hilangnya sumber pendapatan dari perdagangan ekspor-impor tersebut ditengarai sebagai pendorong utama China dan Rusia untuk menolak susunan resolusi yang diajukan oleh Maroko.
Krisis Eropa dan Amerika
China dan Rusia adalah dua negara dengan perekonomian yang stabil bila dibandingkan yang terjadi dalam perekonomian Amerika dan banyak negara Eropa. George Soros menyebutkan, kalau kerusuhan di jalanan Amerika akibat krisis ekonomi akan terjadi (Daily Mail, 25/01/2012). Sementara krisis finansial yang terjadi di zora Euro masih terus membayangi berbagai negara Eropa dan telah memaksa beberapa pemimpin negara mengundurkan diri dari jabatannya. Bila ditilik, kondisi keuangan China cukup stabil dan tidak mengalami kelabilan finansial seperti yang dialami oleh umumnya negara barat tersebut. Kondisi keuangan Rusia sendiri diindikasikan mengalami kemunduran, walaupun tidak separah seperti yang dialami oleh zona Euro dan krisis perbankan Amerika.
Kemajuan ekonomi China dari industrialisasi yang sukses dan keberhasilan Vladimir Putin membebaskan Rusia dari hutang IMF memberikan implikasi menguatnya kedua negara tersebut di bidang ekonomi.
Persaingan antar negara
Kemunduran ekonomi oleh negara promotor draf resolusi sanksi terhadap Suriah sebenarnya menjadi salah satu indikator penting peta kekuatan antar negara. Peta persaingan antar negara ini muncul dalam berbagai aspek dan sangat dipengaruhi oleh kekuatan masing masing pemerintah. Dalam sejarahnya, salah satu persaingan yang membekas hingga kini adalah persaingan warisan era Perang Dingin antara blok negara Komunis dan blok negara Liberal.
Persaingan lama antara negara liberal di Barat dengan China dan Rusia di Timur mencapai bentuk terbaru. Penempatan rudal NATO di dekat perbatasan Rusia memicu reaksi berupa protes Rusia karena kekhawatiran ancaman keamanan terhadap negerinya. Perebutan pengaruh antara Eropa Barat dan Rusia juga sebenarnya masih terjadi secara kuat di berbagai negara Eropa Timur. Kasus invasi Rusia ke Georgia pada tahun 2008 adalah bukti bagaimana sebenarnya perebutan pengaruh antara Barat dan Rusia berlangsung panas di titik geografis tertentu.
Di sisi lain, China yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari Republik selalu bermusuhan dengan berbagai negara yang tidak mengakui kebijakan “satu China”. China sangat sensitif dan tegas bila menyangkut Taiwan. Di sisi lain militer Amerika Serikat dan NATO menjalin kerja sama erat dengan militer Taiwan untuk bersiaga menghadapi China. Mayoritas negara-negara Eropa pun mengakui eksistensi Taiwan sebagai negara yang terpisah dari China.
Persebaran prajurit Amerika Serikat dan NATO di berbagai pangkalan militer di Asia (Filipina, Taiwan, Jepang, Korea Selatan dll) juga mencerminkan bagaimana konstelasi yang berkembang di kawasan selalu dipenuhi dengan kewaspadaan. Hal ini dikarenakan penempatan barak militer tersebut adalah bukti tindakan preventif negara Barat terhadap kemungkinan terburuk yang terjadi di kawasan. Efektivitas pangkalan militer sebagai tindakan preventif ini terbukti dengan dipakainya barak militer di Kuwait dan Arab Saudi dalam invasi ke Afghanistan pada 2001 dan Irak pada 2003. Rusia sendiri semenjak pakta Warsawa berakhir tahun 1991 tidak memiliki aliansi militer sekuat NATO.
Suriah sendiri menjadi salah satu dari sedikit negara di kawasan Timur Tengah yang tidak termasuk di bawah pengaruh AS dan NATO. Tidak seperti negara tetangganya Irak, Arab Saudi, Kuwait dan Jordania. Suriah bisa dibilang negara yang kesepian di kawasan dan tidak terlalu akur dengan tetangganya.
Peta kekuatan geopolitis baru?
Kasus yang menimpa Suriah adalah sebuah bidak dalam percaturan politik dan kepentingan Internasional. Draf Resolusi DK PBB yang hampir selalu dibuat dan diputuskan berdasar kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya kini mendapat pesan keras dari Rusia dan China. Penolakan terhadap draf resolusi sanksi yang dilakukan kira-kira memiliki pesan “Kami juga mampu dan memiliki otoritas untuk mengatur apa yang terjadi di negara lain, tidak kalian saja”. Kehadiran China dan Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan memberikan kartu truf berupa hak veto yang mampu menggugurkan usaha negara lain melahirkan resolusi.
Melemahnya ekonomi yang terjadi di Dunia Barat dan menguatnya perekonomian (terutama) China dan Rusia dalam empat tahun terakhir memberikan peluang dua negara tersebut untuk menunjukkan taring di panggung internasional bernama PBB. Walaupun pemerintah China dan Rusia tidak bisa dibilang dekat, namun dalam hal kecurigaan oleh pihak Barat mereka bisa dikatakan senasib. Momentum keruntuhan ekonomi Amerika dan Eropa memberikan mereka peluang untuk unjuk otot di saat yang memungkinkan. Pesan yang disampaikan ini sebenarnya bisa dibaca sebagai sebuah peringatan dari China dan Rusia terhadap dominasi negara Barat yang semakin kuat dalam berbagai masalah internasional.
Isu Suriah sudah meninggalkan masalah akar rumput sebagai kasus pelanggaran HAM oleh pemerintah Bashaar Al-Asaad. Isu ini telah bergulir menjadi kartu judi pertaruhan perebutan pengaruh antar negara besar di PBB. Dalam hal ini tentu yang menjadi korban utama adalah para demonstran di jalanan di berbagai kota Suriah yang menuntut kemerdekaan dari rezim militer. Ribuan dari mereka telah tiada, dan kemungkinan besar akan bertambah karena pembatalan draft resolusi yang ada.